Artikel Tentang Ujian Nasional Sebagai Cermin Mutu Pendidikan - Artikel kali berjudul "Akankah Hasil Kelulusan Sekolah dengan Formula Baru Mencermikan Kondisi Nyata Mutu Pendidikan Kita?"
AKANKAH
HASIL KELULUSAN SEKOLAH DENGAN FORMULA BARU MENCERMINKAN KONDISI NYATA MUTU
PENDIDIKAN KITA?
Oleh:
Ibnu Wachyudi, S.Pd.
Pro kontra perlu tidaknya pelaksanan
Ujian Nasional selalu muncul pada beberapa bulan menjelang akhir semester gasal
pada tahun pelajaran. Banyak pernyataan mengenai pelaksananya, al: Ujian
Nasional itu tidak adil karena memveto dari tiga persyaratan kelulusan yang
telah dipenuhi siswa. Pernyataan lain yang tak kalah sering munculnya di media
bahwa ujian nasional mengabaikan penilaian guru di satuan pendidikan. Bahkan
lebih memilukan lagi bagi dunia pendidikan
pelaksanaan ujian nasional telah memunculkan trik-trik dari beberapa
pihak yang sifatnya tidak jujur, kejujuran diabaikan. Maksud baik pemerintah
dengan adanya pelaksanaan ujian nasional dikesampingkan, salah satu maksud baik
pemerintah tersebut adalah untuk pemetaan mutu pendididikan pada tingkat satuan
dan atau program pendidikan secara nasional.
Mutu Pendidikan
Pengertian mutu pendidikan yang
diambil dari buku berjudul “Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah” (buku
I konsep dan pelaksanaan) terbitan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2001
disebutkan bahwa secara umum, mutu adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh
dari barang dan jasa yang menunjukan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan
yang diharapkan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu
mencakup input, proses, dan output pendidikan.
Input sendiri mempunyai berapa
macam, yakni input pendidikan (sumber daya manusia dan sumber daya lainnya),
Input perangkat lunak (struktur organisasi sekolah, peraturan
perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana, program, dsb.), input
harapan-harapan (visi, misi, tujuan, dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai
oleh sekolah). Ini semua mesti tersedia karena dibutuhkan. Kesiapan input
sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karena itu,
tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin
tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan
berubahnya sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dalam pendidikan berskala mikro
(tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan,
proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar
mengajar, dan monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses belajar
mengajar memiliki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan
proses-proses lainya. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian
dan penyerasian serta pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang,
peralatan, dsb.) dilakukan secara harmonis, sehingga mampu menciptakan situasi
pembelajaran yang menyenangkan, mampu mendorong motivasi dan minat belajar, dan
benar-benar mampu memberdayakan peserta didik. Memberdayakan mengandung arti
bahwa peserta didik tidak sekedar menguasai pengetahuan yang diajarkan oleh
guru, akan tetapi pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan nurani peserta
didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, dan yang lebih penting peserta
didik mampu belajar cara belajar (mampu mengembangkan dirinya).
Output pendidikan adalah merupakan
kinerja sekolah. Kinerja sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan dari
proses/perilaku sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari kualitasnya, efektifitasnya,
produktivitasnya, efisiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan kerjanya, dan
moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah dikatakan
berkualitas/bermutu tinggi jika prestasi sekolah, khususnya prestasi siswa,
menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam prestasi akademik, berupa nilai
ulangan umum, UN, karya ilmiah, lomba-lomba akademik; dan prestasi
non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran, kesopanan, olahraga, kesenian,
keterampilan kejujuran, dan kegiatan-kegiatan ekstrakurikulir lainnya.
Formula Kelulusan
Pencarian kata “lulus” pada selembar
kertas pengumuman saat hari penentuan kelulusan begitu mencekam bagi siswa di
tingkat akhir satuan pendidikan. Sebagian dari mereka menyatakan persyaratan
lulus dari satuan pendidikan sangat
berat dan membebani. Setiap hari menjelang ujian mereka selalu digembleng,
dimotivasi, dan dilatih mengerjakan soal demi terpenuhinya persyaratan
kelulusan.
Berdasarkan Prosedur Operasional
Standar (POS) Ujian Nasional SMP/MTs/ SMA/MA/SMK tahun pelajaran 2009/2010 lalu
menyebutkan: Kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan ditentukan oleh
satuan pendidikan berdasarkan rapat dewan guru dengan menyesuaikan criteria
sebagai berikut: (1) menyelesaikan seluruh program pembelajaran (2) memperoleh
nilai baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran kewarganegaraan
dan kepribadian, kelompok mata pealajaran estetika, dan kelompok mata pelajaran
jasmani, olah raga, dan kesehatan (3) lulus ujian sekolah/ madrasah untuk
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan tehnologi dan (4) lulus ujian
nasional.
Sesungguhnya persyaratan tersebut
banyak dari mereka yang tidak lulus telah memenuhi 75% persyaratan kelulusan,
namun syarat 25%-nya telah memveto mereka tidak lulus, maka wajar bagi mereka saat menerima surat pengumuman hatinya berdebar-debar. Masa
3 tahun yang lewat hasilnya akan presentasikan
oleh secarik kertas pengumuman. Syarat yang tak terpenuhi itu adalah lulus
ujian nasional. Seperti pada POS Ujian Nasional tertulis, peserta UN dinyatakan
lulus jika memenuhi standart kelulusan Ujian Nasional sebagai berikut: (a)
memiliki nilai rata-rata minimal 5,5, untuk seluruh mata pelajaran yang
diujikan, dengan nilai minimal 4,00 untuk paling banyak dua mata pelajaran dan
minimal 4,25 untuk mata pelajaran lainnya (b) khusus untuk SMK nilai ujian
praktik kejuruan minimal 7,00 dan digunakan untuk menghitung nilai rata-rata
UN.
Sejak senin tanggal 12 Desember
2010, pro kontra tentang pelaksanaan Ujian Nasional diharapkan tidak ada lagi,
mengingat mulai tahun 2011 syarat kelulusan dari satuan pendidikan mempunyai
formula baru yang mempertimbangkan nilai rapot, ujian sekolah, ujian nasional
dan yang terpenting tidak saling memveto satu sama lain. Hasil penilaian selama
pembelajaran terakomodasi dan digabung sebagai penentu kelulusan. Hal ini
seperti diberitakan oleh harian pagi Kompas hari Selasa 15 Desember 2010,
Komisi X DPR dalam rapat kerja dengan Menteri Pendidikan Nasional Muhammad Nuh di Jakarta, Senin
(13/12) menyepakati, dalam formula baru kelulusan siswa dari satuan pendidikan
harus mengakomodasi nilai rapot, ujian sekolah dan ujian nasional.
Salah satu
out put pendidikan berupa prestasi non akademik adalah kejujuran. Mutu
pendidikan kita akan bermutu salah satu parameternya, yakni kejujuran meningkat.
Kejujuran di dunia pendidikan terutama pada pelaksanaan Ujian Nasional secara
tidak langsung dari tahun ke tahun disadari atau tidak disadari mengalami
kemerosotan kalau tidak mau disebut terpuruk. Bagaimana tidak, jauh sebelum
adanya Ujian Nasional, EBTANAS (1983) sebagai alat ukur sementara itu dipandang
sebagai alat yang cukup tepat untuk mengukur mutu pendidikan di Indonesia , kala
itu. Dan kini berubah istilah, Ujian Nasional.
Salah satu
out put pendidikan yakni kejujuran, waktu itu jauh lebih baik dari saat
sekarang, hal ini ditandai dengan tidak adanya Tim Pemantau Independen (TPI),
jenis soal yang dibuat berbeda dalam satu ruang dan tempat duduk siswa diatur
bersilangan. Hal tersebut kini ada, ini menunjukkan pihak penyelenggara secara
langsung ataupun tak langsung dianggap tingkat kejujurannya pada ambang yang
tidak diharapkan.
Penyelenggara
Ujian Nasional termasuk di dalamnya pemerintah daerah, kepala sekolah, dan guru
perlu merefleksikan diri. Pejabat pemerintah daerah yang tidak tahu menahu mengenai
mutu pendidikan diperoleh dari suatu proses yang amat panjang (tidak instant), yang ingin hasil ujian
nasional tinggi dan dapat menjadi kebanggannya. Hal ini secara tidak langsung
mempengaruhi kebijaksanaan pengelola sekolah, agar mencapai nilai yang
membanggakan atasannya. Kepala sekolah yang tak sabar akan menempuh jalan
“tidak wajar”. San ketika ada sekolah yang ditengarai “tidak jujur”, pejabat
yang bersangkutan seolah “mendiamkan” karena ada semacam “keuntungan” dengan
ketidakjujuran itu, nilai dapat tinggi dan dan dapat membanggakan. Kepala
sekolah yang ingin sekolahnya tidak malu dan ada “titipan” pejabat di atasnya
akhirnya kesabarannya menguap dan membuat kebujakan yang memberi “peluang”
ketidakjujuran. Guru sebagai ujung tombak tidak ingin disebut sebagai guru
“kacangan” dan menjaga mutu harga diri tidak bersabar akhirnya memberikan
“peluang-peluang” kepada siswa=siswanya yang les padanya,
Dengan
demikian formula baru kelulusan dan atau apapun lainnya tidak akan bisa
mencerminkan kondisi nyata mutu pendidikan kita, selama dalam pengambilan
kebijakan, keputusan dan pengajaran dibagun dengan sendi-sendi ketidakjujuran,
meski hal itu dilakukan tidak sengaja.
Sebaliknya
apabila kita bisa bersabar, dalam proses pendidikan, baik pejabatnya yang
menyadari bahwa pencapaian mutu pendidikan tidaklah seusia masa jabatannya,
kepala sekolah yang tidak merasa tertekan oleh atasannya. Demikian juga guru
mengajar dengan kesabaran yang berkualitas sama dengan mengajar les di rumahnya,
insya Allah bentuk apa pun formula kelulusan akan mencerminkan mutu pendidikan
kita. Ingin yang mana?
Untuk mendapatkan file dokumen lengkap dalam bentuk microsoft word atau .doc, silahkan klik tautan di bawah ini:
Artikel Tentang Ujian Nasional Sebagai Cermin Mutu Pendidikan.docxTerima kasih telah mengunjungi arsipkantor.com, kami tunggu kunjunganya kembali. Apabila menurut anda artikel ini bermanfaat, silahkan share melalui media sosial anda.
Berkomentarlah dengan baik dan sopan, komentar SPAM akan dihapus. Tema komentar bebas, tapi utamakan berkomentar tentang postingan ini.
Emoticon